__temp__ __location__

HARIAN NEGERI - Salah satu stereotip yang melekat pada sosok ayah adalah citra kuat dan tangguh. Namun pada kenyataannya, seorang ayah juga bisa mengalami keterpurukan dan kelemahan, termasuk dalam bentuk depresi yang kerap tidak terdiagnosis maupun tidak ditangani.

Penelitian baru dari Rutgers Health mengungkapkan bahwa ayah yang mengalami depresi dapat berdampak negatif secara sosial dan perilaku terhadap anak-anaknya. Dampak ini bahkan bisa berlangsung selama bertahun-tahun.

Dalam studi yang diterbitkan di American Journal of Preventive Medicine, Kristine Schmitz, asisten profesor pediatri di Rutgers Robert Wood Johnson Medical School (RWJMS), bersama rekan-rekannya dari Universitas Princeton dan Rider, menyoroti bahwa anak-anak yang terpapar depresi ayah sejak usia taman kanak-kanak cenderung memiliki kesulitan perilaku dan keterampilan sosial yang buruk saat mereka berusia 9 tahun.

“Kita perlu mempertimbangkan depresi pada kedua orang tua, bukan hanya ibu,” ujar Schmitz.

“Depresi bisa diobati. Untuk mendukung seluruh keluarga, dokter anak harus mulai berbicara juga dengan para ayah dan mengembangkan intervensi yang fokus pada mereka,” tambahnya, dikutip dari Science Daily, Sabtu lalu (26/4/2025).

Rata-rata, sekitar 8% hingga 13% ayah di Amerika Serikat mengalami beberapa bentuk depresi selama tahun-tahun awal kehidupan anak mereka. Angka ini meningkat hingga 50% jika sang ibu juga mengalami depresi pascapersalinan. Sayangnya, hanya sedikit penelitian yang menyoroti dampak depresi ayah di luar masa pascapersalinan atau meneliti kaitannya dengan perkembangan anak.

Depresi Ayah dan Perilaku Anak

Untuk menjawab celah penelitian tersebut, tim peneliti menggunakan data dari Future of Families and Child Wellbeing Study (FFCWS), yang melacak kehidupan keluarga sejak akhir 1990-an di 20 kota besar AS. Mereka menganalisis dua titik data penting: saat anak-anak berusia 5 tahun dan 9 tahun.

Pada usia 5 tahun, ayah dari anak-anak tersebut menjalani skrining depresi. Empat tahun kemudian, guru-guru menilai perilaku anak-anak tersebut.

Hasilnya mencengangkan. Anak-anak yang ayahnya melaporkan gejala depresi pada usia 5 tahun cenderung lebih menunjukkan perilaku gelisah, pembangkangan, kemarahan, hingga tingkat harga diri dan kerja sama yang rendah saat mereka berusia 9 tahun.

Studi ini mengontrol faktor sosiodemografi dan depresi ibu, sehingga menguatkan bahwa dampak ini benar-benar terkait dengan kondisi mental sang ayah.

Mengapa Dampaknya Bisa Sedalam Itu?

Menurut Schmitz, depresi menyebabkan ayah mengalami kesulitan dalam pengasuhan dan kurang mampu memberikan dukungan emosional yang cukup. Hal itu bisa memperburuk kondisi lingkungan rumah tangga secara keseluruhan.

“Masuk taman kanak-kanak adalah masa krusial dalam perkembangan anak. Masalah yang muncul saat itu bisa berdampak panjang hingga jenjang SMP atau bahkan SMA,” ungkapnya.

Schmitz menegaskan pentingnya melakukan intervensi sejak dini untuk mengidentifikasi ayah yang mengalami depresi, sehingga bisa meminimalkan dampaknya terhadap anak.

“Sebagai orang tua, kita bisa memberi contoh bahwa ketika kita mengalami kesulitan, kita mencari bantuan. Itu pelajaran berharga yang akan diingat anak-anak seumur hidup,” pungkasnya.

Melisa Ahci

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Your experience on this site will be improved by allowing cookies. Kebijakan Cookie