__temp__ __location__

Oleh: Ihsanudin (Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia dan Pegiat Pendidikan Banten)

Fenomena krisis moral di kalangan pelajar kini kian memprihatinkan. Beberapa waktu terakhir, muncul kasus seorang guru atau kepala sekolah yang dilaporkan ke pihak berwajib hanya karena menegakkan kedisiplinan dan menegur murid yang melanggar aturan. Ironi ini menggambarkan betapa nilai-nilai pendidikan mulai bergeser, ketika yang mendidik dianggap bersalah, dan yang dididik merasa paling benar.

Padahal, esensi pendidikan bukan sekadar mentransfer ilmu, tetapi juga membentuk karakter dan kepribadian. Guru dan kepala sekolah memiliki tanggung jawab moral untuk menanamkan nilai-nilai kebenaran, kedisiplinan, serta rasa hormat terhadap aturan. Namun sayangnya, di era digitalisasi saat ini, kebenaran seolah tidak lagi mutlak. Segala sesuatu bisa dipelintir melalui opini media sosial, dan persepsi publik sering kali lebih kuat daripada fakta yang sebenarnya.

Pendidikan seharusnya menjadi ruang yang aman bagi para pendidik untuk menegakkan nilai dan disiplin. Jika setiap upaya mendidik justru direspons dengan laporan polisi, maka fungsi sekolah sebagai lembaga pembentuk karakter bangsa akan kehilangan maknanya. Guru akan takut bersikap tegas, sementara siswa akan tumbuh tanpa batas moral yang jelas.

Kepala sekolah yang berusaha menjaga marwah lembaga pendidikan layak mendapat dukungan, bukan tekanan. Tugas mereka bukan hal mudah dalam menegakkan aturan di tengah generasi yang semakin bebas dalam dunia digital, di mana batas antara benar dan salah kerap kabur. Dunia boleh berubah, teknologi boleh berkembang, tapi nilai-nilai moral, adab, dan rasa hormat terhadap guru tidak boleh hilang.

Sudah saatnya masyarakat, terutama para orang tua, kembali mempercayakan proses pendidikan kepada guru. Mari kita pahami bahwa teguran, nasihat, bahkan hukuman ringan dalam dunia pendidikan bukan bentuk kekerasan, melainkan bagian dari kasih sayang dan tanggung jawab untuk membentuk generasi yang berakhlak.

Jika guru takut mendidik, maka siapa lagi yang akan menuntun anak-anak kita menuju masa depan yang lebih baik?

Kasus Guru SMA 1 Cimarga, Cermin Buramnya Logika Pendidikan Kita

Kasus yang menimpa guru SMA Negeri 1 Cimarga di Kabupaten Lebak menjadi contoh nyata betapa dunia pendidikan sedang berada di titik kritis. Seorang guru yang menampar siswa karena kedapatan merokok di lingkungan sekolah, sebuah pelanggaran nyata terhadap tata tertib, justru dipecat oleh Pemerintah Provinsi Banten dan dilaporkan ke polisi oleh orang tua murid.

Apakah menegakkan aturan kini dianggap pelanggaran? Apakah membentuk karakter dengan ketegasan kini disebut kekerasan?

Guru itu tidak menampar karena benci, tetapi karena cinta dan tanggung jawab. Karena ia masih peduli terhadap moral muridnya. Karena ia tahu bahwa masa depan bangsa tidak bisa dibangun di atas sikap permisif dan pembiaran. Di pesantren kami diajarkan, “adab lebih tinggi daripada ilmu.” Maka ketika guru menegakkan adab, ia sedang menjaga marwah pendidikan itu sendiri.

Sebagai aktivis Pelajar Islam Indonesia, saya menilai keputusan Pemprov Banten yang memecat guru tersebut adalah langkah keliru dan tergesa-gesa. Pemerintah seharusnya melindungi pendidik yang menegakkan nilai moral, bukan mengorbankan mereka demi citra publik. Orang tua pun semestinya menjadi mitra dalam mendidik anak, bukan pengadu yang mempermalukan guru di hadapan hukum.

Jika guru yang menegakkan aturan dihukum, maka kita sedang mengajarkan kepada generasi muda bahwa kesalahan bisa dibenarkan asal dibela dengan suara keras. Ini bukan soal tamparan, tapi soal ketegasan. Soal keberanian seorang pendidik menjaga batas moral di tengah generasi yang kian bebas tanpa arah.

Bangsa ini berdiri di atas jasa para guru. Bila guru saja tidak lagi berani mendidik dengan tegas, maka siapa yang akan menjaga karakter anak-anak kita?
Saatnya kita berpihak pada kebenaran dan dalam hal ini, kebenaran berpihak kepada guru yang mendidik dengan hati.

Agung Gumelar

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai *

Your experience on this site will be improved by allowing cookies. Kebijakan Cookie