HARIAN NEGERI, Jakarta - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) merilis Catatan Tahunan (CATAHU) 2024 dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional. Dengan tema "Menata Data, Menajamkan Arah: Refleksi Pendokumentasian dan Tren Kasus Kekerasan terhadap Perempuan 2024," acara ini digelar secara hybrid dan dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk perwakilan pemerintah, organisasi masyarakat sipil, serta akademisi.
Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, menegaskan bahwa pengelolaan data yang baik berperan penting dalam upaya mengatasi kekerasan berbasis gender di Indonesia. Menurutnya, "Tata kelola data yang kuat merupakan fondasi dalam menyusun kebijakan penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Dengan sistem dokumentasi yang lebih akurat, kita bisa menyusun strategi yang lebih efektif," Sabtu (8/3/2025).
Komisioner Subkomisi Pemantauan Komnas Perempuan, Bahrul Fuad, mengungkapkan adanya perubahan signifikan dalam metode pengumpulan data untuk CATAHU 2024. Tahun sebelumnya, dari 993 kuesioner yang dikirimkan kepada mitra, hanya 12% yang dikembalikan. Namun, dengan pendekatan baru melalui organisasi induk, respons meningkat menjadi 51,87% dari 160 kuesioner yang dikirim. Metode ini dinilai memperluas cakupan wilayah pendataan serta mempercepat pengolahan data.
Sementara itu, Komisioner Subkomisi Pendidikan, Alimatul Qibtiyah, mengungkapkan adanya peningkatan kasus Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan (KBGtP) dalam laporan tahun ini. "Kasus yang tercatat mencapai 330.097, meningkat 14.17% dari tahun sebelumnya yang berjumlah 289.111 kasus," jelasnya.
Dari data yang dihimpun, jumlah pengaduan yang diterima langsung oleh Komnas Perempuan mengalami sedikit penurunan sebesar 4,48%, dengan total 4.178 kasus atau rata-rata 16 pengaduan per hari, dibandingkan tahun sebelumnya yang mencatat 4.374 kasus. Selain itu, pada tahun 2024, Komnas Perempuan telah menerbitkan 573 Surat Rujukan, 9 Rujukan Ulang, dan 235 Surat Penyikapan, yang terdiri dari 155 Surat Klarifikasi, 36 Surat Rekomendasi, serta 29 Surat Pemantauan.
Komisioner Subkomisi Pengembangan Sistem Pemulihan, Theresia Iswarini, menyoroti tren kekerasan berbasis gender di ranah negara. "Tahun ini terdapat 95 kasus kekerasan berbasis gender di ranah negara, dengan DKI Jakarta masih menjadi provinsi dengan jumlah laporan tertinggi, yakni 23 kasus, disusul oleh Jawa Barat dan Sumatera Utara," katanya.
Kasus perempuan berkonflik dengan hukum (PBH) mendominasi dengan 29 kasus, sementara kasus kekerasan terhadap perempuan pembela hak asasi manusia (PPHAM) meningkat menjadi 9 kasus dibandingkan tahun sebelumnya.
Wakil Ketua Komnas Perempuan, Olivia Chadidjah Salampessy, menyoroti tantangan yang dihadapi perempuan dalam dunia politik. "Budaya patriarki dan diskriminasi berbasis gender masih menjadi hambatan bagi perempuan dalam politik. Mereka rentan menghadapi ancaman, intimidasi, serta kekerasan selama kontestasi politik," jelasnya. Ia menekankan perlunya mekanisme pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender dalam setiap tahapan pemilu guna memastikan partisipasi politik perempuan yang lebih aman dan setara.
Komisioner Subkomisi Pengembangan Sistem Pemulihan, Satyawanti Mashudi, dalam sesi kesimpulan dan rekomendasi CATAHU 2024, menyoroti tingginya angka kekerasan seksual meskipun Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) telah disahkan dua tahun lalu. "Kami mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan tiga peraturan pelaksana UU TPKS dan meminta DPR RI serta Presiden RI untuk mendukung Komnas Perempuan dalam pengembangan sinergi database kekerasan terhadap perempuan," tegasnya. Menurutnya, regulasi yang lebih jelas dan sistem pendataan yang lebih baik sangat diperlukan untuk menangani kasus kekerasan secara lebih efektif.
Dalam peluncuran CATAHU 2024, turut hadir sejumlah penanggap, seperti Sri Mulyati dari Sapa Institute/I Protect Now, Irjen Pol. (Purn) Desy Andriani selaku Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Kombes Pol. Rita W. Wibowo selaku Kasubdit I Direktur Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) serta Pidana Perdagangan Orang (PPO) Bareskrim Polri, serta Siti Yunia Mazdafa dari Savy Amira.
Komnas Perempuan berharap data dalam CATAHU 2024 tidak hanya menjadi sekadar angka statistik, tetapi juga dapat dijadikan dasar dalam merumuskan kebijakan serta langkah nyata guna menciptakan masyarakat yang bebas dari kekerasan terhadap perempuan.
Leave a comment
Your email address will not be published. Required fields are marked *
Top Story
Ikuti kami