HARIAN NEGERI, Bengkulu – Mantan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, menyampaikan nota pembelaan (pledoi) di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bengkulu, dikutip dari Antara News, Selasa (12/8). Pledoi tersebut disampaikan terkait perkara dugaan gratifikasi dan pemerasan dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Dalam sidang yang sama, dua terdakwa lain, yakni mantan Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu Isnan Fajri dan mantan ajudan gubernur Evriansyah alias Anca juga membacakan pembelaannya.
“Apa yang saya alami ini seperti sudah terencana secara sistematis dan masif. Jika tidak ada pengumuman dari TPS dan KPPS terkait status saya yang ditangkap KPK, kami masih jadi pemenang,” ujar Rohidin di ruang sidang.
Rohidin menegaskan, aset rumah dan tanah yang disita KPK merupakan hasil jerih payah dirinya dan sang istri, baik sebagai kepala daerah maupun akademisi. Ia juga mengklaim uang senilai Rp7 miliar yang turut disita merupakan tabungan sejak 2016. Menurutnya, dana yang ia terima tidak bersumber dari APBN maupun APBD, melainkan pemberian pribadi dari pengusaha, kepala daerah, dan pejabat organisasi perangkat daerah (OPD).
“Aset itu saya beli dari uang pribadi yang sah. Uang Rp7 miliar itu adalah pendapatan sah saya dari 2016 sampai 2024. Saya dibebankan uang pengganti Rp39 miliar, padahal saya tidak menimbulkan kerugian negara,” kata Rohidin.
Ia meminta majelis hakim menjatuhkan putusan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, menghukum sesuai kadar kesalahannya, mengembalikan aset kepada keluarga, dan membebaskannya dari tuntutan uang pengganti. “Saya mengakui kesalahan dan siap menerima risikonya. Tapi saya mohon agar aset dikembalikan dan saya dibebaskan dari tuntutan uang pengganti,” ucapnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut Rohidin dengan pidana delapan tahun penjara dan denda Rp700 juta subsider enam bulan kurungan. Ia juga dituntut membayar uang pengganti Rp39,6 miliar, 72,15 dolar AS, dan 349 dolar Singapura. Apabila tidak dibayar, harta miliknya akan disita atau diganti dengan hukuman penjara tiga tahun, serta pencabutan hak politik selama dua tahun setelah menjalani pidana pokok.
Untuk terdakwa Isnan Fajri, jaksa menuntut hukuman enam tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan, tanpa pidana uang pengganti. Sedangkan Evriansyah alias Anca dituntut lima tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider tiga bulan.
Ketiga terdakwa dinyatakan melanggar Pasal 12 huruf B dan E UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tinggalkan komentar
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai *
Top Story
Ikuti kami