__temp__ __location__

HARIAN NEGERI, Jakarta – Instruksi Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan audit menyeluruh terhadap Dana Desa dinilai sebagai langkah strategis dalam memperkuat tata kelola keuangan negara di tingkat desa. Dengan alokasi anggaran sekitar Rp2 miliar per desa per tahun untuk lebih dari 75 ribu desa, audit Dana Desa menjadi kebutuhan mendesak agar penggunaan anggaran benar-benar berpihak pada kepentingan masyarakat desa.

Ketua Umum Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PB PII), Kevin Prayoga, mengapresiasi kebijakan tersebut. Namun, ia menegaskan bahwa audit tidak boleh berhenti sebatas instruksi politik, melainkan harus dilaksanakan secara objektif, transparan, dan independen.

“Pertanyaan mendasarnya adalah siapa yang mengaudit dan bagaimana integritas serta independensinya dijamin,” ujar Kevin dalam keterangannya.

Menurut Kevin, tanpa mekanisme pengawasan yang jelas dan akuntabel, audit berpotensi kehilangan makna substantif dan tidak menyentuh akar persoalan pengelolaan Dana Desa yang selama ini rawan penyimpangan.

Risiko Koperasi Desa Merah Putih Jadi Syarat Administratif

Kevin juga menyoroti kebijakan pencairan Dana Desa yang mensyaratkan pembentukan Koperasi Desa Merah Putih. Program yang telah diluncurkan di sekitar 18.000 desa tersebut secara normatif bertujuan mendorong penguatan ekonomi desa. Namun, ia mengingatkan adanya risiko besar jika koperasi hanya dibentuk sebagai formalitas.

“Jangan sampai koperasi dibentuk hanya demi memenuhi syarat birokratis pencairan dana. Jika itu terjadi, maka akan lahir ketergantungan baru yang justru membuka celah penyimpangan,” tegasnya.

Ia menilai, kebijakan yang tidak disertai pengawasan ketat berpotensi melahirkan koperasi semu yang tidak berfungsi secara ekonomi, sekaligus memperlemah tujuan utama Dana Desa.

Audit Harus Dilakukan Lembaga Independen Tingkat Pusat

Lebih lanjut, Kevin menekankan bahwa karena Dana Desa bersumber langsung dari APBN, maka audit dan pengawasannya harus dilakukan oleh lembaga pusat yang independen dan profesional. Penyerahan pengawasan sepenuhnya ke level bawah dinilai rawan konflik kepentingan dan dapat mengaburkan tanggung jawab negara.

PB PII juga mendorong agar audit Dana Desa melibatkan partisipasi publik secara aktif. Keterlibatan masyarakat desa, organisasi kepemudaan, akademisi, media, dan kelompok masyarakat sipil dinilai penting agar proses audit tidak berjalan elitis dan tertutup.

Dorong Transparansi dan Kontrol Publik

Kevin menyampaikan bahwa mekanisme audit perlu dilengkapi dengan akses terbuka terhadap laporan audit, pembentukan forum pemantauan, serta kanal pengaduan publik yang mudah diakses masyarakat.

“Keterlibatan masyarakat sipil penting agar audit tidak hanya menjadi urusan birokrasi tertutup, tetapi benar-benar mencerminkan prinsip akuntabilitas sosial,” jelasnya.

Kevin menekankan partisipasi publik, agar potensi penyimpangan dapat dideteksi lebih dini sekaligus mendorong budaya pengelolaan anggaran desa yang jujur, partisipatif, dan berpihak pada warga desa.

Momentum Reformasi Tata Kelola Desa

PB PII memandang audit Dana Desa sebagai momentum penting untuk melakukan reformasi tata kelola pembangunan desa secara menyeluruh. Audit harus diarahkan untuk memastikan anggaran tepat sasaran, memperkuat ekonomi desa secara nyata, serta menutup ruang penyimpangan yang selama ini berulang.

“Jika audit ini hanya berhenti sebagai wacana dan janji manis, maka yang dirugikan bukan hanya negara, tetapi jutaan masyarakat desa yang seharusnya menjadi subjek utama pembangunan,” pungkas Kevin.

Afian Dwi Prasetiyo

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai *

Your experience on this site will be improved by allowing cookies. Kebijakan Cookie