HARIAN NEGERI, Sragen - Sektor pertanian Indonesia kini memasuki era transformasi digital, di mana teknologi, data, dan inovasi menjadi pilar utama dalam memperkuat ketahanan pangan nasional.
Sebagai bagian dari upaya ini, Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) meluncurkan program Tani Digital, yang bertujuan mentransformasi cara bertani agar lebih efisien, produktif, dan berkelanjutan melalui pemanfaatan Internet of Things (IoT) dan teknologi digital lainnya.
“Teknologi baru tidak boleh hanya menjadi wacana, tapi harus memberi manfaat nyata. IoT dan kecerdasan artifisial (AI) adalah inovasi yang bisa langsung meningkatkan produktivitas masyarakat,” ujar Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid dalam kegiatan Panen Tani Digital di Kabupaten Sragen, Rabu (5/11/2025).
Salah satu inovasi utama dalam program ini adalah IoT Smart Precision Agriculture System, hasil karya anak bangsa, yang terbukti meningkatkan hasil panen, menekan biaya operasional, serta menjaga kelestarian lingkungan.
“Dari hasil yang kita lihat, produktivitas meningkat, penggunaan pupuk berkurang hingga 50 persen, dan dampak negatif seperti emisi karbon serta pencemaran air akibat penggunaan pupuk berlebih juga menurun,” jelas Meutya.
Program Tani Digital merupakan kolaborasi lintas sektor antara Kemkomdigi, Kementerian Pertanian, Pemerintah Kabupaten Sragen, serta startup teknologi lokal, yang berkomitmen memperkuat ketahanan pangan berbasis data dan inovasi dalam negeri.
“Ini semua karya anak muda Indonesia. Kalau kita ingin mewujudkan kedaulatan pangan, maka teknologinya pun harus berdaulat. Startup lokal ini telah membuktikan bahwa solusi teknologi buatan dalam negeri mampu memberi dampak nyata,” tegas Meutya.
Program ini juga sejalan dengan prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, sebagaimana disampaikan Presiden dalam KTT APEC 2025 di Korea Selatan, bahwa teknologi pertanian modern seperti IoT dan AI berperan penting dalam mencapai swasembada pangan nasional.
“Kita ingin agar teknologi digital digunakan secara maksimal untuk mendukung program prioritas Bapak Presiden, khususnya di sektor pertanian,” ujar Meutya.
Salah satu petani asal Sragen, Tri Widodo, turut membagikan pengalaman positifnya setelah menggunakan teknologi digital dalam bertani.
“Sebelum menggunakan alat digital Jinawi, penggunaan pupuk per hektare mencapai 1,05 ton. Setelah pakai alat ini, hanya sekitar 650 kilogram — hemat sekitar 40 persen,” ungkap Tri Widodo kepada Menkomdigi.
Ia juga menjelaskan bahwa alat IoT memudahkannya memantau kondisi tanah secara real-time.
“Sekarang saya bisa tahu tingkat kesehatan tanah, termasuk kadar asam dan unsur hara. Semuanya bisa dicek langsung lewat alat digital ini,” tambahnya.
Transformasi pertanian melalui Tani Digital menunjukkan bahwa teknologi bukan hanya milik kota, melainkan juga teman bagi petani di desa.
Inovasi ini menjadi bukti bahwa kolaborasi antara kearifan lokal dan teknologi digital dapat menjadi kunci untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional yang inklusif dan berkelanjutan.
Tinggalkan komentar
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai *
Top Story
Ikuti kami