__temp__ __location__

Keamanan siber kini menjadi prioritas utama bagi seluruh sektor industri digital, terutama di bidang keuangan dan asuransi, yang mengelola data pribadi dalam jumlah besar. Sektor ini kerap menjadi target utama serangan siber, yang tidak hanya dapat menimbulkan kerugian finansial, tetapi juga merusak reputasi perusahaan.

Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, menegaskan bahwa di tengah pesatnya perkembangan kecerdasan artifisial (AI), risiko penyalahgunaan data pribadi di industri asuransi semakin meningkat.

“Industri asuransi kini mulai memanfaatkan teknologi AI untuk menganalisis penentuan premi, melakukan verifikasi klaim, dan memberikan layanan kepada nasabah. Otomatisasi ini memang meningkatkan efisiensi, tetapi di sisi lain juga menimbulkan tantangan baru terkait pelindungan data pribadi,” ujar Nezar dalam iLearn Seminar bertema “Reinforcing Insurance Governance Through Data Management and PDP Alignment” di Mövenpick Hotel, Jakarta Pusat, Selasa (11/11/2025).

Ia menjelaskan bahwa sistem AI membutuhkan data dalam jumlah besar untuk melatih modelnya. Kondisi ini berpotensi meningkatkan risiko kebocoran data apabila pengelolaan dan penyimpanannya tidak dilakukan secara aman.

“AI memang efisien, tetapi kita harus berhati-hati. Jika data pelatihannya tidak akurat atau tidak terlindungi dengan baik, hasilnya bisa bias dan berisiko disalahgunakan,” tegasnya.

Nezar juga mengingatkan bahwa dasar hukum pelindungan data pribadi sudah diatur melalui Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), yang saat ini tengah diperkuat dengan aturan turunan dalam bentuk Peraturan Presiden.

Dalam kesempatan itu, ia mengajak pelaku industri asuransi untuk benar-benar memahami dan menerapkan prinsip-prinsip pelindungan data pribadi, termasuk hak subjek data serta kewajiban pengendali data pribadi.

“Kita mendorong agar pengawasan dan penegakan UU PDP dapat berjalan sebagaimana mestinya, termasuk dalam hal penanganan insiden kebocoran data, proses investigasi, hingga penerapan sanksi administratif bagi pelanggar,” ujar Nezar.

Lebih jauh, ia berharap agar penerapan UU PDP tidak hanya dilihat sebagai kewajiban hukum, tetapi menjadi bagian dari budaya dan nilai inti perusahaan.

“Kita ingin pelindungan data pribadi tidak sekadar kewajiban administratif, melainkan menjadi core values — nilai inti yang menumbuhkan kepercayaan dan menjadikan industri asuransi Indonesia memiliki keunggulan kompetitif di tingkat global,” pungkasnya.

Dengan demikian, lanjut Nezar, budaya pelindungan data pribadi harus ditanamkan di seluruh lini organisasi, agar industri asuransi tidak hanya mampu mencegah kebocoran data, tetapi juga membangun kepercayaan publik yang menjadi fondasi utama ekonomi digital nasional.

Afian Dwi Prasetiyo

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai *

Your experience on this site will be improved by allowing cookies. Kebijakan Cookie