__temp__ __location__

Jakarta — Vokalis grup musik NOAH, Nazril Irham alias Ariel, menegaskan bahwa gugatan uji materi yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang Hak Cipta bukanlah bentuk penolakan terhadap undang-undang itu sendiri. Ia dan 28 musisi lainnya hanya menginginkan kejelasan hukum soal mekanisme pembayaran royalti.

“Kami enggak ada niat merusak undang-undang, kok,” ujar Ariel sambil tertawa ringan saat ditemui di ruang tunggu Gedung MK, Jakarta, Selasa (22/7).

Menurut Ariel, mereka tak memaksakan agar permohonan dikabulkan MK. Yang paling dibutuhkan adalah sikap tegas negara dalam mengatur tata kelola royalti secara adil. “Buat kami, yang penting itu pernyataan dari pemerintah dan DPR, bahwa ‘yang wajib membayar itu memang si penyelenggara’, bukan siapa pun yang di atas panggung. Itu yang kami cari,” ungkap musisi asal Jawa Barat tersebut.

Ariel merupakan salah satu pemohon dalam perkara Nomor 28/PUU-XXIII/2025 yang menggugat sejumlah ketentuan dalam UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Salah satu pasal yang dipersoalkan adalah Pasal 23 ayat (5), khususnya frasa “setiap orang” yang dianggap menimbulkan penafsiran ganda.

Pasal itu mengatur bahwa setiap orang bisa menggunakan karya cipta dalam pertunjukan komersial tanpa izin langsung dari pencipta, selama membayar imbalan melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Namun, menurut Ariel dan rekan-rekannya, frasa tersebut sering dipersempit hanya menyasar pelaku di atas panggung, sementara penyelenggara acara justru lepas dari tanggung jawab hukum.

Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham, Razilu, yang mewakili Presiden dalam sidang sebelumnya, menegaskan bahwa kewajiban pembayaran royalti ada pada penyelenggara, bukan musisi.

“Untuk konser, tarif royalti minimal 2 persen dari hasil kotor penjualan tiket, dan itu tanggung jawab penyelenggara acara atau pemilik tempat usaha. Musisi hanya wajib jika mereka juga berperan sebagai penyelenggara,” jelas Razilu dalam sidang pada 30 Juni lalu.

Ariel menyambut baik penegasan tersebut, tetapi mengakui bahwa pemahaman ini belum merata di lapangan. “Kita tuh butuh pernyataan yang jelas dari negara, supaya enggak ribut terus di bawah. Itu poin utamanya,” ujarnya.

Meski begitu, Ariel menilai pernyataan pemerintah belum cukup. Ia berharap MK bisa mengeluarkan putusan yang menegaskan posisi hukum secara jelas agar tidak ada lagi perdebatan di kalangan pelaku industri.

Sidang lanjutan pada Selasa ini menghadirkan penyanyi Lesti Kejora dan musisi Sammy Simorangkir sebagai saksi. Keduanya berbagi pengalaman pribadi soal somasi karena menyanyikan lagu milik orang lain, serta menyoroti kerancuan dan multitafsir dalam UU Hak Cipta yang berlaku saat ini.

Gusti Rian Saputra

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai *

Your experience on this site will be improved by allowing cookies. Kebijakan Cookie