Penulis : Rahimba Armahazka Sutrisno
PENDAHULUAN
Kebudayaan Bonokeling di Desa Pekuncen, Banyumas, merupakan tradisi Islam Kejawen yang memadukan ajaran Islam dengan budaya Jawa serta nilai leluhur yang masih dijalankan hingga kini. Keunikannya tampak melalui ritual seperti unggah-unggahan yang sarat simbol dan menjadi bentuk syukur serta kebersamaan komunitas. Meski hidup berdampingan dengan masyarakat Islam puritan, komunitas Bonokeling mampu mempertahankan identitasnya melalui inklusivitas dan strategi negosiasi budaya. Selain itu, kearifan lokal seperti tradisi lumbung paceklik menunjukkan peran budaya ini dalam ketahanan pangan. Artikel ini mengulas aspek religi, ritual, dan nilai sosial Bonokeling berdasarkan kajian beberapa jurnal ilmiah.
Mari Kita Mencari Tahu Tentang Kebudayaan Bonokeling Pekuncen
Komunitas Bonokeling merupakan salah satu tradisi budaya lokal yang unik di Indonesia, khususnya di Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Budaya Bonokeling bukan sekadar tradisi biasa, melainkan sebuah sistem kehidupan yang penuh makna religius, kultural, dan sosial yang diwariskan secara turun-temurun oleh para leluhur. Melalui artikel ini, kita diajak untuk memahami lebih dalam tentang kebudayaan Bonokeling dari berbagai aspek berdasarkan kajian jurnal ilmiah yang telah dipublikasikan.
Asal Usul dan Sistem Religi Bonokeling
Kebudayaan Bonokeling memiliki akar yang kuat dalam sistem religi lokal yang bersifat Islam Kejawen . Berdasarkan kajian ilmiah, komunitas ini memiliki pusat kegiatan di Desa Pekuncen, Banyumas di mana sistem kepercayaan berbasis leluhur yaitu ajaran Eyang Bonokeling menjadi dasar utama praktik religius mereka. Ritual-ritual yang dilakukan dalam komunitas ini seringkali berkaitan dengan penghormatan kepada punden (tempat sakral) atau makam tokoh tokoh leluhur, serta peran kyai kunci sebagai pemimpin spiritual dalam berbagai upacara adat. Sistem religi Bonokeling sangat berbeda dengan pemahaman Islam puritan karena lebih kental dengan ritual kebudayaan lokal yang telah terintegrasi dalam kehidupan sosial Masyarakat, (Pongbangnga et, al. 2023)
Sistem religi yang unik ini membuat komunitas Bonokeling sering disebut sebagai bagian dari tradisi Islam Kejawen — sebuah bentuk adaptasi Islam dengan nilai budaya Jawa. Kejawen sendiri adalah sistem kepercayaan tradisional di Jawa yang memadukan unsur Islam, Hindu–Buddhisme, dan animisme lokal, meskipun proporsi dan cara pelaksanaannya berbeda di tiap komunikasii. (Nawawi et, al. 2020)
Ritual Unggah-Unggahan dan Maknanya
Salah satu ritual paling menonjol di komunitas Bonokeling adalah “unggah-unggahan” sebuah ritual yang penuh simbolisme dan makna sosial budaya. Ritual ini tidak hanya sekadar tradisi berkumpul, tetapi juga mencerminkan hubungan manusia dengan alam dan spiritualitas leluhur.
Menurut penelitian Pongbangnga dkk., unggah-unggahan merupakan bentuk ibadah masyarakat Bonokeling yang menggambarkan rasa syukur sekaligus penyambutan terhadap perubahan musim atau musim tertentu dalam siklus agraris masyarakat. Ritual ini sarat dengan simbol — mulai dari susunan piring, makanan khas, hingga tata cara pelaksanaannya yang penuh dengan nilai semiotic, (Permatasari dkk. 2024)
Unggah-unggahan dalam budaya Bonokeling juga mencerminkan nilai kebersamaan. Ritual ini menjadi media berkumpulnya anggota komunitas dari berbagai daerah termasuk keturunan (anak putu) yang jauh sekalipun hadir untuk menjaga tradisi dan rasa persaudaraan. (Rachmadhani 2015)
Nilai Sosial dan Inklusivitas dalam Komunitas Pekuncen
Komunitas Bonokeling tidak hidup terpisah secara eksklusif, tetapi berada dalam masyarakat yang lebih luas di Desa Pekuncen. Kajian Permatasari dkk. menunjukkan bahwa masyarakat desa ini secara umum menunjukkan tingkat inklusivitas tinggi terhadap komunitas Bonokeling. Meskipun ada perbedaan sistem kepercayaan dan praktik ritual dengan mayoritas penduduk yang beragama Islam puritan, kedua kelompok ini dapat hidup berdampingan secara harmonis tanpa konflik sosial yang berarti. (Nawawi et, al. 2020)
Inklusivitas tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Pekuncen tidak hanya toleran, tetapi juga menghormati keberagaman praktik keagamaan dan budaya. Fenomena ini merupakan cerminan pentingnya toleransi dalam keberagaman — satu tema penting dalam studi budaya di Indonesia, (Nawawi et, al. 2020)
Taktik Resistensi dan Negosiasi Budaya Bonokeling
Selain menjadi elemen budaya yang unik, komunitas Bonokeling juga menunjukkan kemampuan untuk mempertahankan identitas budaya mereka di tengah tekanan ideologi agama mayoritas. Penelitian Nawawi dkk. menjelaskan bagaimana komunitas ini menggunakan strategi resistensi dan negosiasi budaya terhadap dominasi Islam puritan di lingkungan sekitarnya. Teknik ini bukanlah konfrontasi, tetapi lebih kepada upaya berpura-pura mengikuti dominasi formal sambil mempertahankan inti praktik budaya mereka.
Konsep ini termasuk penggunaan mimikri , yaitu meniru bagian-bagian luar dari praktik dominan sambil tetap mempertahankan nilai dan ritual asli dari tradisi Bonokeling. Dengan demikian, komunitas tersebut mampu memastikan eksistensinya tetap bertahan di tengah dinamika sosial dan religius Masyarakat, (Nawawi et, al. 2020)
Kearifan Lokal dan Ketahanan Pangan
Kebudayaan Bonokeling juga mencerminkan kearifan lokal dalam aspek kehidupan sehari-hari. Penelitian Violin dkk. mengemukakan bahwa komunitas adat ini menerapkan tradisi lumbung paceklik sebagai strategi mitigasi pangan ketika terjadi kelangkaan sumber daya. Tradisi ini secara tidak langsung berkontribusi terhadap ketahanan pangan komunitas karena sistem penyimpanan pangan ini menyediakan cadangan saat musim paceklik atau masa sulit. (Violin dkk. 2025)
Simak pula penelitian lain yang menyebut penggunaan ritual agraris seperti unggahan dan udunan bisa membawa efek positif terhadap sinergi sosial dan pembentukan ketahanan terhadap tantangan alam. Hal ini merupakan contoh nyata bagaimana kebudayaan tradisional tidak hanya bersifat simbolik, tetapi juga praktis dalam kehidupan keseharian komunitas. (Zannufa ,2025)
Kesimpulan
Kebudayaan Bonokeling Pekuncen merupakan suatu sistem budaya yang unik, penuh makna religius dan simbolik, serta memiliki nilai sosial yang kuat. Dari sistem religi Islam Kejawen , ritual unggah-unggahan, strategi resistensi budaya, hingga praktik kearifan lokal menunjukkan bahwa budaya Bonokeling tidak hanya bertahan, tetapi juga terus berkembang dalam konteks modernitas dan pluralisme sosial.
Kebudayaan ini menjadi contoh penting bagaimana kearifan lokal di Indonesia mampu bertahan lintas waktu dan menjadi bagian dari identitas sosial masyarakat di sekitarnya.
Tinggalkan komentar
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai *
Top Story
Ikuti kami