__temp__ __location__

HARIAN NEGERI - Donggala, Himpunan Pelajar Mahasiswa Dampelas (HPMD) menggelar kegiatan Malam Keakraban (Makrab) bertema “Merajut Kebersamaan, Menyatu dalam Keakraban, dan Membangun Solidaritas” yang berlangsung di Room Meeting Wisata Bonebula, Kabupaten Donggala, Jumat, 20 Desember 2025.

Kegiatan ini tak hanya menjadi ajang penguatan solidaritas internal, tetapi juga ruang kritis membedah persoalan kebudayaan dan lingkungan di wilayah Dampelas.

Dalam sesi diskusi, peserta menyoroti kondisi Danau Dampelas yang kian memprihatinkan akibat pertumbuhan gulma air yang tidak terkendali. Gulma tersebut telah mengelilingi hampir seluruh perairan danau, mengganggu keseimbangan ekosistem air, aktivitas nelayan, serta kehidupan biota dan makhluk hidup hewani yang bergantung pada danau tersebut.

Diskusi Makrab kemudian melahirkan gagasan besar untuk menyelenggarakan Festival Danau Dampelas di Desa Talaga, Kecamatan Dampelas, Kabupaten Donggala. Festival ini diproyeksikan sebagai upaya pelestarian warisan budaya tak benda secara besar-besaran, sekaligus ruang kolaborasi antara pelaku UMKM, pelestari budaya, dan kreativitas pemuda Dampelas.

Namun demikian, HPMD menegaskan bahwa wacana festival tidak dapat dilepaskan dari persoalan lingkungan yang hingga kini belum tertangani secara serius. HPMD mengkritisi Pemerintah Daerah, baik Pemerintah Kabupaten Donggala khususnya Dinas Lingkungan Hidup, maupun Pemerintah Desa, yang dinilai belum maksimal dalam menyelesaikan persoalan gulma di Danau Dampelas.

Menurut HPMD, penanganan gulma selama ini cenderung bersifat formalitas dan simbolik tanpa menyentuh akar persoalan. Akibatnya, masalah tersebut terus berulang dan tidak memberikan dampak signifikan terhadap pemulihan danau. 

“Padahal, persoalan gulma semestinya ditangani secara komprehensif dengan melibatkan para ahli yang spesifik di bidangnya, seperti perikanan, pertanian, lingkungan hidup, hingga kelautan dan sumber daya,” ungkap narasumber HPMD

Salah satu mahasiswa Dampelas, Vivi, menegaskan bahwa rencana Festival Danau Dampelas harus dipersiapkan secara matang dan realistis. Menurutnya, tidak mungkin sebuah festival budaya digelar di tengah kondisi danau yang masih tercemar dan belum terkendali dari serangan gulma.

“Wacana Festival Danau Dampelas tentu harus dipersiapkan secara serius. Tidak mungkin kita bicara festival sementara kondisi danaunya masih tercemar dan gulmanya belum tertangani,” ujar Vivi.

IMG-20251221-WA0038
Saat Narasumber Opik Delian Memberikan Materi di Diskusi HPMD, Sabtu (20/12/2025).


Sementara itu, Opick Delian Alindra, S.H., selaku pelestari budaya yang menjadi pemantik diskusi, mengapresiasi upaya-upaya yang telah dilakukan untuk membersihkan Danau Dampelas. Namun ia menilai langkah tersebut belum menyelesaikan masalah secara menyeluruh karena tidak berfokus pada penyelesaian dari hulu ke hilir.

“Upaya yang ada patut diapresiasi, tetapi itu belum menyelesaikan masalah. Penanganannya masih bersifat formalitas dan kurang substansial karena tidak melibatkan para ahli di bidangnya untuk merumuskan solusi yang tepat,” tegas Opik.

“Jika kondisi ini terus dibiarkan, Dampelas berisiko kehilangan bukan hanya danaunya, tetapi juga makna kebudayaan yang melekat kuat pada ruang hidup masyarakatnya,” tambah Opik.

Melalui kegiatan Makrab ini, HPMD berharap pemerintah dapat lebih serius dan terbuka terhadap kritik serta kolaborasi lintas sektor. Bagi HPMD, Festival Danau Dampelas bukan sekadar agenda seremonial, melainkan simbol kebangkitan budaya dan kesadaran kolektif untuk menyelamatkan Danau Dampelas dari kerusakan yang semakin mengkhawatirkan.

Agung Gumelar

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai *

Your experience on this site will be improved by allowing cookies. Kebijakan Cookie