HARIAN NEGERI - Platform media sosial kini semakin canggih dalam mempertahankan penggunanya melalui algoritma yang mendeteksi preferensi dan perilaku interaksi terhadap konten tertentu. Namun, mekanisme ini justru menimbulkan efek samping berupa pembentukan ruang informasi tertutup, di mana pengguna hanya terpapar pada pandangan yang sejalan dengan keyakinan mereka sendiri.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, menjelaskan bahwa kondisi tersebut melahirkan fenomena yang dikenal sebagai echo chamber atau bilik gema.
“Setiap pengguna, tanpa sadar, hidup di dalam bilik gema algoritmik media sosialnya masing-masing. Mereka hanya disuguhi informasi yang sesuai dengan pandangan dan keinginan pribadi,” ujar Nezar dalam audiensi bersama Sespimti Polri Dikreg ke-34 Gelombang 2 dalam rangka Kuliah Kerja Profesi di Kantor Kementerian Komunikasi dan Digital, Jakarta Pusat, Senin (3/11/2025).
Menurut Nezar, fenomena echo chamber ini memicu munculnya fase berikutnya, yakni post-truth dan hyperreality, di mana emosi dan sentimen lebih berpengaruh daripada fakta.
“Ketika sentimen lebih kuat dari fakta, maka kebenaran menjadi tidak relevan lagi. Media sosial membentuk persepsi, di situ yang salah bisa tampak benar, dan yang benar bisa terlihat salah,” tegasnya.
Situasi ini semakin kompleks dengan kemajuan teknologi kecerdasan artifisial (AI) yang mampu menciptakan konten audio-visual realistis, seperti video palsu atau manipulasi citra digital (deepfake), yang sulit dibedakan dari fakta sebenarnya.
Menanggapi ancaman tersebut, Nezar mengungkapkan bahwa Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) sedang menyiapkan kurikulum literasi digital baru yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi terkini.
Tujuannya adalah agar masyarakat mampu memahami cara kerja algoritma media sosial, serta lebih tangguh dalam mendeteksi hoaks dan manipulasi digital berbasis AI.
“Pendekatan literasi yang lama sudah tidak relevan lagi. Dengan teknologi yang terus berubah, kita juga memerlukan strategi pembelajaran yang baru,” jelasnya.
Nezar menegaskan bahwa Kementerian Komdigi akan terus memperkuat kolaborasi lintas lembaga, termasuk dengan Polri, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serta Badan Intelijen Negara (BIN) untuk menanggulangi penyebaran konten negatif dan provokatif yang berpotensi memecah belah masyarakat dan merusak keutuhan bangsa.
Tinggalkan komentar
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai *
Top Story
Ikuti kami