HARIAN NEGERI, Jakarta – Empat mahasiswa Universitas Indonesia menggugat ketentuan dalam Undang-Undang Kementerian Negara ke Mahkamah Konstitusi (MK), dengan tuntutan agar menteri dilarang merangkap jabatan sebagai pengurus partai politik. Mereka menilai praktik rangkap jabatan itu menjadi akar dari berbagai persoalan tata kelola pemerintahan, termasuk korupsi dan penurunan kualitas pelayanan publik.
Permohonan tersebut diajukan melalui uji materi terhadap Pasal 23 huruf c Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Dalam ketentuan itu, larangan rangkap jabatan hanya menyasar pimpinan organisasi yang dibiayai oleh APBN atau APBD, namun tidak menyebut partai politik secara eksplisit.
"Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar menteri yang terjerat kasus korupsi adalah mereka yang juga menjabat sebagai pengurus partai. Ini melanggar prinsip kesetaraan dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945," kata kuasa hukum pemohon, Abu Rizal Biladina, dikutip dari laman resmi MK, Selasa (29/4).
Empat mahasiswa pemohon tersebut adalah Stanley Vira Winata, Kaka Effelyn Melati Sukma, Keanu Leandro Pandya Rasyah (Fakultas Hukum UI), dan Keanu Leandro Pandya Rasyah (Departemen Ilmu Administrasi Fiskal UI).
Dalam permohonannya, mereka menilai praktik rangkap jabatan menyebabkan menurunnya profesionalisme dalam pengangkatan menteri. Selain itu, jabatan ganda ini dianggap memperlemah fungsi check and balances antara eksekutif dan legislatif serta membuka jalan bagi pragmatisme politik.
Para pemohon juga menyebut bahwa praktik ini kerap muncul akibat kompromi politik antara presiden terpilih dan partai-partai pendukungnya dalam pembentukan kabinet. Mereka menilai kondisi ini berujung pada melemahnya peran oposisi dan terkikisnya semangat demokrasi.
Untuk itu, mereka meminta MK menyatakan bahwa Pasal 23 huruf c UU Kementerian Negara bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, kecuali jika dimaknai mencakup juga larangan bagi menteri untuk menjadi pengurus partai politik.
Permohonan uji materi ini telah terdaftar sebagai Perkara Nomor 35/PUU-XXIII/2025. Sidang perdana telah digelar di Mahkamah Konstitusi pada Senin (28/4).
Leave a comment
Your email address will not be published. Required fields are marked *
Top Story
Ikuti kami