__temp__ __location__

Oleh: Asyudin La Masiha (Pemuda Obi)

Di balik kekayaan sumber daya alam, paradoks menjelma menjadi kutukan. Pemanfaatan dan pengelolaannya menghadirkan problem tersendiri, mulai dari ekologi, sosial-ekonomi, kesehatan serta pembangunan. Kompleksitas masalah yang hadir menjadi ruwet karena harus berurusan dengan conflic interents, alhasil “bencana politik” tiada terhindarkan. 

Di timur Indonesia, Maluku Utara adalah realitas dari itu semua. Sebagai daerah yang kaya sumber daya alam menjadi sasaran empuk nasional lewat kebijakan hilirisasi nikel. Tak heran, untuk mewujudkan percepatan ekonomi dan pembangunan.

Maluku Utara masuk dalam mega proyek strategis yang di kenal dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) sektor Kawasan Industri yang tentunya adalah pertambangan yakni Halmahera Tengah dan Halmahera Selatan yang bertempat di Obi dengan diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 atas Perubahan Ketiga dari Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Proyek Strategis Nasional. Namun dari itu semua, sebagaimana dimandatkan dalam konstitusi,  keadilan sosial-ekologis sulit untuk ditemukan.

Obi sebagaimana disentil, adalah daerah dengan potensi tambang (Nikel dan Emas) yang cukup besar. Apabila ditelisik lebih jauh, Obi tak sebatas Nikel dan Emas sebagai komuditas pertambangan mineral melainkan juga batubara bahkan minyak dan gas bumi sebagaimana dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku Utara 2013-2033 (bila tak dirubah) paragraf 5 tentang Kawasan Peruntukan Pertambangan, Pasal 28 ayat 2 poin b, ayat 3 poin b dan ayat 4 poin b yang meliputi keseluruhan kecamatan di wilayah Kepulauan Obi. 

Meski tak semuanya dikelolah, Obi sebagai bagian dari PSN dengan komuditas nikelnya telah menyumbang begitu besar kepada daerah bahkan negara. Akan tetapi apa yang didapatkan Obi dari itu semua? Mungkin hanya sebagian kecil dari kebaikan negara kepada pemerintah daerah berupa Alokasi Transfer ke Daerah dalam bentuk Dana Bagi Hasil (DBH), dan itupun tak seberapa yang didapatkan Obi. Padahal setiap tahunnya, Dana Bagi Hasil (DBH) Provinsi Maluku Utara khususnya Halmahera Selatan mengalami peningkatan terutama DBH SDA sektor Minerba. 

Pengelolaan sumber daya patutnya diorientasikan pada pembangunan sebagai upaya mewujudkan kesejahteraan yang mana merupakan realisasi visi mencapai kehidupan yang lebih baik terutama kondisi sosial, ekonomi dan politik. Namun hal itu akan terjadi dengan adanya keinginan baik dari pemerintah, karena pembangunan selalu memiliki nilai tukar, ekonomi dan politik. Publik Obi harus bertanya akan skema pemerintah daerah dalam pembangunan berkelanjutan Obi sebagai daerah PSN, karena berharap kepada perwakilan pun tak mampu menjawab keresahan kita akan pembangunan. 

Minimnya pembangunan bila engan disebut ketiadaan, jelas mengindikasikan ketidakadilan dalam pengelolaan sumber daya. Suara protes yang muncul di permukaan bagai angin lalu yang responnya adalah moment bukan pada keberlanjutan penataan. 

Belakangan ini, kita disuguhkan media dengan suara kritis yang keluar dari mimbar parlemen lewat keterwakilan rakyat Obi yang menutut atensi serius pemerintah dalam keadilan pembangunan lewat distribusi DBH sektor Minerba. Catatan kritis dialamatkan kepada pemerintah Halmahera Selatan karena pengelolaan DBH sektor minerba yang tidak mencerminkan keseimbangan, alhasil disparitas pembangunan adalah fakta yang tak terbantahkan.

Masyarakat seakan tiada berharap besar dengan status Obi sebagai PSN, dan mungkin sebaliknya kecewa disertai rasa was-was karena takut akan imbas dari pertambangan. Kekecewaan masyarakat berdasar dari minimnya pembangunan di Obi, sementara mereka menyaksikan sendiri bagaimana aktivitas perusahan tiada henti beroperasi.

Diantara kekecewaan itu adalah gagalnya pekerjaan pembangunan Jalan Pulau Obi yang statusnya adalah jalan provinsi dengan nilai kontrak sebesar Rp. 35.670.761.000 yang bersumber dari APBN. Dan mungkin bukan lagi menjadi rahasia umum alasan dari tidak dilanjutkannya pekerjaan, selain dari tendensi politik, kepentingan swasta melampaui kepentingan masyarakat.

Tiada yang salah untuk mengelolah kekayaan Obi selama itu menjamin dan memberi manfaat bagi pembangunan Obi, yang pastinya memperhatikan pendekatan holistik dan partisipasi bagi pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan mendukung pembangunan. Tidak semata penguatan aspek regulasi, melainkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pendapatan dari hasil pengelolaan agar memberi dampak langsung bagi masyarakat terutama percepatan pembangunan. 

Sumber daya yang dikelola dengan kepatutan dan kepatuhan, akan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan bagi masyarakat, akan tetapi jika pengelolaannya buruk maka yang terjadi adalah kerusakan ekologi, konflik sosial serta disparitas pembangunan. Olehnya status Obi sebagai PSN dalam pengelolaan sumber daya patutnya berimplikasi signifikan bagi percepatan pembangunan, bukan sebaliknya. 

Bila merujuk pendefinisian, PSN adalah “proyek dan/atau program yang dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau badan usaha yang memiliki sifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah” sebagaimana dimuat dalam pasal 1 ayat 1 Perpres 109 tahun 2020.

Secara definisi, PSN sendiri memberi penekanan sebagai poin penting untuk diperhatikan yakni peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan sebagai perwujudan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah. 

Rasa-rasanya, PSN hanya indah dan tegas dalam pengertian tapi tidak pada aplikasi dan implementasinya. Obi sebagai PSN hanya sebatas dalil memuluskan investasi bukan pada implementasi kebijakan di mana berimplikasi pada pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. 

PSN sebagai kebijakan yang dinilai solutif oleh negara khususnya pemetaan kawasan industri untuk mengelolah sumber daya alam nyatanya tak mencerminkan kesejahteraan dan pembangunan melainkan menjadi kontrol serta legitimasi, format legal “bisnis” elit nasional dan lokal. Dan ini adalah malapetaka.

Hari ini, dengan kuatnya isu Otonomi Daerah, Obi tak kalah menarik perhatian publik. Sebagai daerah dengan potensi sumber daya yang dimiliki, juga menjadi satu diantara beberapa daerah di Maluku Utara yang pernah menyuarakan dan menuntut pemekaran, kiranya adalah modal untuk kembali memainkan peran sejarahnya. Namun bagaimana mempersiapkan itu semua, apa yang patutnya dilakukan oleh pihak-pihak berwenang dengan Obi sebagai PSN juga sebagai daerah yang menuntut pemekaran ditengah melimpahnya potensi sumber daya akan tetapi amat prihatin pembangunannya.

Hemat Penulis, pemangku kepentingan harus memberanikan diri, keluar dari kerangka struktural dan memainkan peran bersama elemen strategis lainnya sebagai upaya pemetaan kondisi objektif terlebih memformulasikan roadmap pembangunan yang mengakomudir segala aspek.

Olehnya keberadaan masyarakat harus “dianggap”, masyarakat harus berpartisipasi dan pemerintah harus melibatkan masyarakat dalam memformulasikan kebijakan khususnya orientasi pembangunan dan kesejahteraan. 

Masyarakat sebagai komunitas yang hidup, tak sepatutnya dipandang sebagai objek melainkan juga subjek. Dalam masyarakat hidup dan dihidupkan dengan “ide” dan “cita-cita” yang dinamis, bergerak menyesuaikan dengan perubahan. Olehnya masyarakat harus mengambil perannya dan pemerintah harus menyediakan ruang itu. 

Mengapa tidak, bila ruang partisipasi masyarakat tiada, bagaimana pemerintah mengindentifikasi dan mengklasifikasi apa yang dibutuhkan masyarakat? Masyarakat harus dilibatkan, pendekatan yang representatif semisal diskusi ataupun metode worshop sebagai instrumen membangun konsensus dari hasil penyusunan rencana aksi pembangunan yang konkret kiranya dapat dilakukan. 

Itu semua harus di-setting, pertama; me-review masa lalu tentang kondisi objektif kemasyarakatan dan kewilayahan sebagai barometer juga perbandingan perkembangan pembangunan.  Kedua; eksplorasi masa sekarang berupa membuat peta pemikiran (mind map), dengan mengidentifikasi kecenderungan-kecenderungan yang penting tentang apa yang mesti dan mungkin dilakukan. Ketiga, menciptakan skenario ideal di masa depan dan membangun visi bersama serta identifikasi peluang dan rintangan. 

Hari ini jika kita bertanya bagaimana rencana stategis keseluruhan instansi pemerintah tentang pembangunan berkelanjutan Obi dengan status PSN sabagai bagian tak terpisahkan dalam mewujudkan visi pembangunan daerah dan nasional, mungkin ketidakpuasan adalah jawabannya.  Karena bisa saja, kebijakan serta program yang didesain belum sepenuhnya mewakili keresahan dan kebutuhan. 

Maka demikian, langkah strategis dibutuhkan untuk menjembatani di mana sebagai akses hubung antara moment reses legislatif, atapun bagian kecil dari partisipasi masyarakat dalam tahapan prosedural dari Musdes, Musrembangcam hingga ke Musrembangda. Dalam kondisi demikian, tentunya mempermudah penjaringan aspirasi yang berlangsung lewat konsultasi publik.  

Keterlibatan masyarakat dalam bentuk partisipasi kiranya adalah langkah kecil untuk merespon pembangunan yang berjalan lambat di Obi juga sebagai cita pemekaran yang kiranya penting dilakukan adalah; 1) Membentuk forum komunikasi sebagai langkah strategis konektivitas informasi dan isu. Selain itu, forum komunikasi juga dapat memainkan peran taktis sebagai tim yang bergerak melakukan pemetaan wilayah dan investigasi terhadap problem sosial-ekologis.

Selain itu juga menjadi sumber serta instrumen integrasi data sebagai hasil dari praksis forum. 2) Sebagai tindak lanjut dari kerja-kerja forum komunikasi,  sarasehan pembangunan yang dilakukan berkala adalah langkah strategis mengkampanyekan problem Obi selain sebagai medium evaluasi total atas kebijakan pembangunan yang berlangsung. Melalui focus group discossiins (FGD), isu pendidikan (IPP, IPM dan SDM), ekologi dan kesehatan, potensi ekonomi berupa pertanian dan perkebunan juga peternakan, perikanan dan kelautan, pariwisata serta potensi UMKM serta pertambangan dapat leluasa dikampanyekan yang tentunya analisa SWOT diberlakukan untuk menemukan rencana dan kebijakan pembangunan yang lebih ideal dan representatif. 

Kita butuh kerja padu, komunikasi dan koordinasi serta integrasi ide-ide percepatan pembangunan Obi dengan melibatkan segala pihak. Pemerintah, swasta dan elemen strategis lainnya adalah kunci dari pembangunan Obi. Selama conflic interents tiada terhindarkan sebagai penyakit akut, pembangunan Obi terlebih pemekaran hanyalah utopia.

Agung Gumelar

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Your experience on this site will be improved by allowing cookies. Kebijakan Cookie