
Skandal Korupsi: Pertamax Dioplos Menjadi Pertalite, Kerugian Negara Mencapai Triliunan Rupiah
Oleh Rizki Ramadhan Sitepu
Skandal besar terkait penyaluran Pertamax yang dioplos menjadi Pertalite kini menyeret Direktur Utama (Dirut) Pertamina Perta Niaga sebagai tersangka. Kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp193,7 triliun, menimbulkan banyak pertanyaan mengenai integritas sektor energi di Indonesia. Kasus ini mencerminkan lemahnya sistem pengawasan serta pengelolaan sumber daya energi yang seharusnya menjadi aset strategis bagi negara.
Pertamax, yang diperuntukkan bagi kendaraan dengan spesifikasi tertentu, memiliki kualitas lebih tinggi dibandingkan Pertalite. Alih fungsi bahan bakar ini tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga menunjukkan kesalahan manajerial yang serius, terutama dalam distribusi, pengawasan anggaran, serta kontrol di tingkat manajemen perusahaan. Kerugian negara yang hampir mencapai Rp200 triliun tentu bukan angka kecil, dan ini menjadi tanggung jawab besar bagi pihak-pihak yang terlibat dalam praktik curang ini.
Keterlibatan pejabat tinggi dalam kasus ini mencengangkan. Dirut Pertamina Perta Niaga, yang telah ditetapkan sebagai tersangka, menjadi simbol buruknya tata kelola di tubuh perusahaan pelat merah tersebut. Kepercayaan publik terhadap BUMN, khususnya di sektor strategis seperti energi, semakin tergerus jika tidak ada sanksi tegas bagi para pelaku. Tindakan ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga berpotensi menurunkan kualitas hidup masyarakat yang seharusnya mendapatkan bahan bakar berkualitas sesuai standar yang ditetapkan.
Selain dampak langsung terhadap perekonomian negara, kasus ini juga menggarisbawahi pentingnya pengawasan ketat di sektor energi yang sangat sensitif terhadap praktik korupsi. Celah-celah yang memungkinkan terjadinya penyelewengan harus segera ditutup dengan reformasi menyeluruh, baik dalam tubuh Pertamina maupun di sektor energi secara keseluruhan. Pemerintah harus mengambil langkah-langkah konkret untuk memastikan skandal serupa tidak terulang di masa depan.
Reaksi pemerintah dan aparat penegak hukum terhadap skandal ini akan menjadi ujian keseriusan dalam pemberantasan korupsi di sektor energi. Pengungkapan kasus ini harus disertai dengan tindakan nyata, seperti audit menyeluruh, penguatan sistem pengawasan internal di Pertamina, serta hukuman yang setimpal bagi para pelaku.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, menanggapi kasus ini dengan pernyataan, "Mencampur (blending) itu sebenarnya boleh, asal sesuai dengan spesifikasi yang ada," ujarnya pada Rabu (26/2). Namun, pernyataan semata tidak cukup. Diperlukan langkah konkret yang lebih transparan dan akuntabel agar kasus serupa tidak terulang.
Kasus ini harus menjadi pembelajaran bagi seluruh pihak yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya alam Indonesia. Sektor energi harus dikelola secara profesional, bebas dari praktik korupsi, serta berorientasi pada keberlanjutan. Hanya dengan langkah-langkah tersebut, sektor energi yang transparan dan bertanggung jawab dapat terwujud demi kemakmuran bangsa.
Leave a comment
Your email address will not be published. Required fields are marked *
Top Story
Ikuti kami