__temp__ __location__

HARIAN NEGERI, Jakarta - Melanjutkan rangkaian kegiatan Refleksi Hari Bangkit Nasional (Harbanas) ke-78 dan Sidang Dewan Pleno Nasional (SDPN) 2025, Pelajar Islam Indonesia (PII) menyelenggarakan Diskusi Poros Pelajar bertema “Pelajar dan Asta Cita Indonesia” di BBPPMPV Bisnis dan Pariwisata, Kamis (29/5/2025).

Diskusi ini menghadirkan tiga pimpinan organisasi pelajar Islam terbesar di Indonesia: Ketua Umum IPPERSIS, Ketua Umum IPPNU, dan Ketua Umum PB PII. Diskusi tersebut mengulas peran sentral pelajar dalam menyongsong visi Indonesia Emas 2045, khususnya melalui proyek strategis nasional Asta Cita yang digagas pemerintahan Prabowo-Gibran.

Ketua Umum IP PERSIS: Pelajar Harus Jadi Leader of Change

Dalam paparannya, Ketua Umum IP PERSIS Ferdiansyah menekankan pentingnya pelajar menyadari peran dan fungsinya di tengah krisis identitas dan moral.

“Pelajar hari ini harus menjadi agen dalam memperbarui mental pelajar, jadi tempat curhat bagi sesama, dan sadar bahwa mereka adalah penerus estafet perjuangan bangsa,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa pelajar memiliki amanah spiritual sebagai umat terbaik, yang harus dimaksimalkan dalam kehidupan sosial dan perjuangan kebangsaan.

PP IPPNU: Asta Cita & Bonus Demografi, Tantangan Serius

Sementara itu, Perwakilan PP IPPNU, Rekanita Nila, menggarisbawahi bahwa Asta Cita adalah proyek besar pemerintah untuk menyongsong Indonesia Emas 2045, namun keberhasilannya sangat ditentukan oleh arah dan peran pemuda hari ini.

“Bonus demografi bisa menjadi peluang, tapi juga ancaman jika tidak dikelola. Di sinilah organisasi pelajar Islam harus menjadi jantung perubahan,” tegasnya.

Ia juga mengajak seluruh organisasi pelajar Islam untuk ikut memastikan bahwa proyek nasional tersebut berorientasi pada keadilan dan keberlanjutan.

Ketua Umum PB PII: Poros Pelajar Islam Kunci Wujudkan Asta Cita

Dalam sesi terakhir, Ketua Umum PB PII Abdul Kohar Ruslan menyampaikan pandangan historis dan strategis tentang posisi pelajar dalam pembangunan bangsa.

“Bangsa ini dibangun oleh kaum terpelajar. Hari ini, pelajar dipercaya untuk melanjutkan perjuangan itu," katanya.

Ia menyamakan kondisi pelajar pasca-pandemi dengan generasi sebelum tahun 1928 yang hidup dalam ketidakpastian dan krisis. Menurutnya, dari ruang-ruang ketidakpastian seperti itu, biasanya muncul kesadaran kolektif dan momentum perubahan besar.

“Persatuan poros pelajar Islam sangat penting untuk menjawab tantangan zaman. Dari sinilah kita bisa wujudkan Asta Cita Indonesia,” pungkasnya.

Diskusi ini diakhiri dengan seruan kolaboratif lintas organisasi pelajar Islam untuk menyatukan langkah dalam mencetak generasi pelajar yang sadar akan tanggung jawab sejarah dan masa depan bangsa.

Yusuf Wicaksono

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *