__temp__ __location__
`

Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman mantan Direktur Utama PT Pertamina, Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan, dari sembilan tahun menjadi 13 tahun penjara dalam kasus korupsi pengadaan gas alam cair (LNG). Putusan ini dibacakan oleh majelis kasasi pada Jumat (28/02), sebagaimana dikutip dari situs resmi MA.

"Pidana penjara 13 tahun," demikian putusan majelis kasasi yang dipimpin Hakim Agung Dwiarso Budi Santiarto, dengan anggota Sinintha Yuliansih Sibarani dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo. Selain hukuman penjara, Karen juga diwajibkan membayar denda Rp650 juta. Jika tidak mampu membayar, ia harus menjalani enam bulan kurungan sebagai pengganti.

Vonis ini lebih berat dibandingkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 24 Juni 2024, yang sebelumnya menjatuhkan hukuman sembilan tahun penjara. Saat itu, Karen dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Ketua Majelis Hakim Tipikor, Maryono, menyatakan bahwa Karen terbukti melakukan korupsi sebagaimana dakwaan alternatif pertama.

Kasus ini bermula dari kebijakan Karen saat menjabat sebagai Direktur Utama Pertamina periode 2009–2014. Menurut Ketua KPK saat itu, Firli Bahuri, kebijakan tersebut terkait kontrak pengadaan LNG dengan perusahaan asing, Corpus Christi Liquefaction (CCL) dari Amerika Serikat, tanpa kajian menyeluruh dan tanpa persetujuan Dewan Komisaris Pertamina. Akibatnya, gas yang dibeli tidak terserap di pasar domestik dan dijual rugi di pasar internasional, menyebabkan kerugian negara sebesar Rp2,1 triliun.

Karen sempat membantah tuduhan ini dan menegaskan bahwa pengadaan LNG tersebut merupakan kebijakan korporasi, bukan keputusan pribadinya. "Jadi pengadaan LNG ini bukan aksi pribadi, tapi merupakan aksi korporasi Pertamina berdasarkan Inpres," ujarnya kepada wartawan.

Kasus ini bukan pertama kalinya Karen terseret dalam perkara korupsi. Pada 2019, ia divonis delapan tahun penjara dalam kasus investasi Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia yang merugikan negara Rp568 miliar. Namun, pada 2020, MA membebaskannya dengan alasan bahwa keputusan tersebut merupakan bagian dari "business judgment rule" dan bukan tindak pidana.

Iklan Kesbangpol PBD
Gusti Rian Saputra

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *