__temp__ __location__

HARIAN NEGERI, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan bahwa jaksa senantiasa mendapatkan pengawalan saat menjalankan tugas dinas, terutama dalam proses hukum, sebagai bentuk perlindungan negara terhadap aparat penegak hukum, Minggu (25/5).

Dikutip dalam laman antaranews.com, pernyataan tersebut disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar, menyusul insiden penyerangan terhadap jaksa fungsional Kejari Deli Serdang, Jhon Wesli Sinaga, dan ASN Kejaksaan, Acensio Silvanov Hutabarat, pada Sabtu (24/5), di ladang sawit milik Jhon di Kecamatan Kotarih, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara.

“Kalau menjalankan tugasnya, jaksa selalu mendapat pengawalan. Namun, kejadian ini berlangsung di luar jam dan lokasi dinas,” kata Harli saat dihubungi di Jakarta, Minggu (25/5).

Menurutnya, pengawalan tersebut selama ini dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), khususnya saat proses persidangan perkara pidana. Hal ini sebagai wujud perlindungan negara guna memastikan keamanan dan kelancaran proses hukum.

Harli merujuk pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2025 tentang Pelindungan Negara terhadap Jaksa serta Peraturan Jaksa Agung Nomor: Per-005/A/JA/03/2013, yang mengatur tata cara dan bentuk pengawalan terhadap jaksa dan keluarganya.

Perpres tersebut juga membuka ruang kerja sama antara Kejaksaan dengan lembaga lain seperti Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, namun pelaksanaan perlindungan tetap bergantung pada permintaan resmi dari institusi kejaksaan.

Sementara itu, untuk wilayah Sumatera Utara, Harli menyampaikan bahwa pengamanan dari unsur TNI baru dijalankan melalui kerja sama antara Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Komando Daerah Militer (Kodam).

“Ke depan, tidak menutup kemungkinan pengamanan juga melibatkan TNI jika dibutuhkan, tergantung kondisi dan kebutuhan daerah,” ujarnya.

Diketahui, dugaan motif penyerangan terhadap jaksa Jhon Wesli Sinaga berkaitan dengan perkara kepemilikan senjata api ilegal yang melibatkan terdakwa Eddy Suranta. Eddy sebelumnya divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Lubuk Pakam meski dituntut delapan tahun penjara. Namun, kasasi jaksa dikabulkan dan Eddy dijatuhi hukuman satu tahun penjara oleh Mahkamah Agung.

Gusti Rian Saputra

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *