Oleh: Syaefunnur Maszah
Menarik, Kumparan mengangkat berita berjudul "RUU TNI: Jenderal Bintang 4 Pensiun Usia 63 Tahun, Bisa Diperpanjang 2 Kali", kumparanNEWS, 19 Maret 2025. Berita ini menyoroti perubahan signifikan dalam revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), yang memberikan Presiden kewenangan memperpanjang masa jabatan perwira tinggi bintang 4—jenderal, laksamana, atau marsekal—sebanyak dua kali setelah mencapai usia pensiun 63 tahun.
Dari sisi argumentasi, kebijakan ini didukung dengan alasan bahwa pengalaman dan kepemimpinan perwira tinggi bintang 4 masih sangat dibutuhkan dalam menjaga stabilitas dan efektivitas organisasi militer. Pergantian kepemimpinan yang terlalu cepat dapat menyebabkan disrupsi dalam rantai komando serta menghambat kesinambungan strategi pertahanan. Konsep ini sejalan dengan pemikiran Samuel P. Huntington dalam bukunya The Soldier and the State (1957), yang menekankan pentingnya profesionalisme dan stabilitas dalam kepemimpinan militer agar tidak mudah terombang-ambing oleh dinamika politik.
Secara global, beberapa negara dengan sistem militeristik, seperti Tiongkok dan Rusia, juga menerapkan fleksibilitas dalam masa jabatan perwira tinggi mereka. Di Tiongkok, misalnya, jenderal senior dalam Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) sering kali bertahan lebih lama untuk memastikan kesinambungan kebijakan pertahanan nasional. Hal ini membantu menjaga kekuatan militer yang terkoordinasi dan selaras dengan strategi geopolitik jangka panjang.
Namun, publik juga memiliki kekhawatiran terkait kebijakan ini. Salah satunya adalah potensi munculnya oligarki militer di mana perwira tinggi bintang 4 yang bertahan lama bisa membentuk kekuasaan yang sulit digantikan. Kekhawatiran ini valid, tetapi dapat diantisipasi dengan mekanisme evaluasi berkala yang transparan serta pembatasan perpanjangan hanya bagi perwira yang memiliki rekam jejak prestasi dan integritas tinggi.
Jika diterapkan dengan kontrol yang ketat, kebijakan ini justru dapat membawa manfaat bagi bangsa dan negara. Stabilitas kepemimpinan di tubuh TNI akan memperkuat postur pertahanan nasional, terutama dalam menghadapi tantangan global yang semakin kompleks. Selain itu, kesinambungan kepemimpinan juga bisa mengurangi potensi gesekan internal akibat kompetisi perebutan jabatan di level tertinggi.
Di sisi lain, kebijakan ini juga bisa memberikan dampak positif bagi regenerasi internal. Dengan mengetahui adanya kemungkinan perpanjangan, perwira tinggi akan lebih termotivasi untuk membuktikan kelayakan mereka dalam kepemimpinan, bukan sekadar menunggu giliran naik pangkat berdasarkan usia semata. Ini bisa menciptakan ekosistem meritokrasi yang lebih kuat dalam tubuh TNI.
Pada akhirnya, manfaat dari kebijakan ini bergantung pada implementasi dan pengawasan yang ketat. Sepanjang mekanisme seleksi perpanjangan dilakukan dengan transparan dan berbasis kebutuhan strategis, bukan sekadar kepentingan politik jangka pendek, kebijakan ini berpotensi memperkuat posisi TNI sebagai institusi pertahanan yang solid dan profesional.
Leave a comment
Your email address will not be published. Required fields are marked *
Top Story
Ikuti kami