__temp__ __location__

Oleh: Syaefunnur Maszah

Meskipun bukan seorang politisi, Didit Hediprasetyo, putra tunggal Presiden Prabowo Subianto, telah memainkan peran strategis yang tak biasa dalam lanskap politik nasional. Sosok yang dikenal sebagai perancang busana berkelas internasional ini kini menjelma sebagai jembatan komunikasi elite, terutama di saat banyak pintu formal tertutup. Ia tampil bukan sebagai tokoh politik yang ambisius, melainkan sebagai sosok yang mengedepankan pendekatan personal dan simbolik dalam membangun relasi di antara kekuatan politik utama. Fenomena ini oleh sejumlah pengamat disebut sebagai bagian dari extra role sebuah peran tambahan yang tidak formal namun signifikan dalam strategi kekuasaan Prabowo.

Sebagai seorang ayah sekaligus presiden, Prabowo tampaknya memahami bahwa menjaga keseimbangan kekuasaan bukan semata urusan birokrasi atau distribusi jabatan. Ia menunjukkan kesadaran akan pentingnya simbol dan narasi dalam membangun stabilitas kekuasaan. Didit, sebagai anak yang memiliki jarak dari dinamika politik partisan, justru berada dalam posisi unik untuk menjalankan peran tersebut. Kehadirannya membawa kesan netral, tidak mengancam, tetapi mampu membuka ruang dialog yang sebelumnya beku. Dalam konteks ini, Didit menjadi kepanjangan tangan dari strategi politik Prabowo yang bersandar pada rekonsiliasi elite, bukan antagonisme.

Salah satu momen menarik yang mencerminkan peran ini terjadi pada hari pertama Idul Fitri pekan ini. Didit melakukan kunjungan penuh kejutan ke kediaman Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI Perjuangan, di Teuku Umar, Jakarta Pusat. Ia menghabiskan waktu lebih dari dua jam dalam perbincangan tertutup dengan Megawati dan keluarga yang tengah merayakan Idul Fitri. Tanpa didampingi sang ayah, Didit kemudian langsung bertolak ke Surakarta, Jawa Tengah, untuk bertemu Mantan Presiden Joko Widodo di kediamannya. Meskipun belum diketahui apakah langkah ini merupakan inisiatif pribadi atau bagian dari strategi keluarga, gesture politik ini memiliki bobot simbolik yang kuat dalam peta politik nasional, seperti dimuat dalam artikel “Prabowo’s son plays key role in bridging political divides”, Yerica Lai, The Jakarta Post, 4 April 2025.

Menggunakan pendekatan soft diplomacy, Didit tidak datang membawa agenda partai, melainkan pendekatan yang mengedepankan silaturahmi, budaya, dan kekeluargaan. Ini mengingatkan kita pada pemikiran Niccolò Machiavelli dalam Il Principe, bahwa penguasa yang bijak tak hanya menggunakan kekuatan, tetapi juga memanfaatkan persepsi, simbol, dan representasi sosial untuk menjaga kekuasaannya. Didit hadir sebagai simbol baru dalam politik kekuasaan Prabowo: bahwa pengaruh bisa dibangun tanpa jabatan, dan kekuasaan bisa diperkuat tanpa ancaman.

Dari sisi pembelajaran politik, munculnya extra role Didit memberi pelajaran penting tentang pentingnya kepekaan sosial dan komunikasi antarpribadi dalam menjaga iklim politik tetap sejuk. Bagi Prabowo, keberadaan putranya sebagai envoy informal menunjukkan kecerdasan membaca kebutuhan zaman: masyarakat lelah dengan konflik politik terbuka, dan menginginkan suasana yang lebih damai, santun, dan produktif. Jika elite politik bisa duduk bersama karena dipertemukan oleh figur netral seperti Didit, maka kekuasaan tidak hanya menjadi alat kontrol, tetapi juga ruang bagi kohesi nasional.

Lebih jauh, peran extra role yang dimainkan Didit Hediprasetyo membuka harapan bahwa politik kekuasaan tak selalu harus dibangun melalui manuver keras atau konfrontasi terbuka. Justru pendekatan personal, simbolik, dan bernuansa budaya bisa menjadi saluran efektif dalam meredam ketegangan elite dan mencairkan sekat-sekat antar kekuatan politik. Ini menjadi bagian dari strategi cerdas Presiden Prabowo dalam menjaga legitimasi kekuasaannya dengan pendekatan rekonsiliatif yang lebih elegan dan beradab. Ketika putranya menjadi jembatan komunikasi di saat komunikasi formal macet, publik melihat ada kesadaran baru di tubuh kepemimpinan nasional bahwa harmoni lebih berharga dari dominasi.

Dengan demikian, optimisme terhadap masa depan politik kekuasaan Presiden Prabowo dapat bertumbuh secara sehat. Didit, tanpa menjabat posisi formal, telah menunjukkan bahwa kekuasaan bisa diperkaya oleh diplomasi sunyi dan kepekaan generasi baru. Jika strategi ini terus konsisten dijalankan—memadukan kekuatan negara dengan pendekatan personal—maka masa depan pemerintahan Prabowo tidak hanya akan stabil, tetapi juga berpotensi sukses membawa Indonesia menuju kepemimpinan yang kuat, inklusif, dan bermartabat di tengah tantangan geopolitik yang kian kompleks.

Yusuf Wicaksono

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *