
Dilema Penulisan Tafsir Al-Manar: Perspektif Muhammad Abduh vs Muhammad Rasyid Ridha
Oleh Rizki Ramadhan Sitepu
Tafsir Al-Manar, sebuah karya monumental yang dihasilkan oleh dua tokoh besar dalam dunia pemikiran Islam, Muhammad Abduh dan muridnya, Muhammad Rasyid Ridha, menggambarkan perjuangan intelektual dalam merumuskan tafsir yang relevan dengan zaman modern. Meskipun keduanya memiliki tujuan yang serupa menghadirkan tafsir yang dapat diterima oleh umat Islam di era modern, dilema penulisan tafsir Al-Manar muncul akibat perbedaan pendekatan, interpretasi, dan cara pandang terhadap teks-teks agama.
Perspektif Muhammad Abduh: Modernisasi dan Rasionalitas
Muhammad Abduh, sebagai tokoh utama di balik tafsir Al-Manar, lebih dikenal dengan pandangannya yang berani untuk melakukan modernisasi dalam dunia pemikiran Islam. Ia berusaha membawa Islam lebih selaras dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan pemikiran rasional yang berkembang di Barat pada masa itu. Abduh menekankan pentingnya kembali kepada teks-teks Al-Qur’an dengan pendekatan yang lebih rasional dan kontekstual, menghindari taklid dan penafsiran yang dogmatis.
Bagi Abduh, tafsir adalah alat untuk memperbarui pemahaman agama agar sejalan dengan tuntutan zaman. Ia tidak ragu untuk mengkritisi beberapa pandangan tafsir klasik yang dianggapnya ketinggalan zaman. Misalnya, dalam masalah sosial dan politik, Abduh menekankan pentingnya kesetaraan dan kebebasan berpikir, yang mencerminkan semangat reformasi yang dia usung. Namun, meskipun ide-ide tersebut memberikan angin segar bagi pemikiran Islam, kadang kala Abduh terlalu mengedepankan rasionalitas hingga menimbulkan ketegangan dengan tradisi tafsir yang lebih konservatif.
Perspektif Muhammad Rasyid Ridha: Konservatisme dan Penjagaan Warisan
Di sisi lain, Muhammad Rasyid Ridha, yang melanjutkan karya Abduh, mengambil langkah yang lebih berhati-hati dalam mengembangkan tafsir Al-Manar. Meskipun Ridha sepenuhnya menghargai pemikiran gurunya, ia lebih menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara pembaruan dan pelestarian warisan intelektual Islam. Ridha cenderung lebih konservatif dalam penafsiran teks, terutama terkait dengan isu-isu yang lebih sensitif dan mengundang kontroversi di masyarakat.
Ridha percaya bahwa meskipun pembaruan diperlukan, namun tafsir harus tetap berpijak pada warisan tafsir klasik yang sudah ada. Ia menekankan pentingnya tafsir yang tidak terlalu banyak mengubah esensi dari ajaran-ajaran yang sudah mapan dalam tradisi Islam. Oleh karena itu, Ridha lebih selektif dalam menerapkan rasionalitas dan lebih mengutamakan kesesuaian dengan ajaran-ajaran tradisional yang sudah diterima umat Islam sejak abad-abad sebelumnya.
Dilema yang Tak Terelakkan
Dilema yang muncul dalam penulisan tafsir Al-Manar antara Abduh dan Ridha terletak pada ketegangan antara dua pendekatan ini antara keinginan untuk melakukan pembaruan dan kebutuhan untuk menjaga warisan tradisional. Abduh meyakini bahwa Islam harus terus berkembang agar relevan dengan perkembangan zaman, sementara Ridha lebih berhati-hati agar pembaruan tidak mengancam fondasi ajaran Islam yang sudah ada.
Konflik ini menggambarkan realitas yang sering dihadapi oleh umat Islam hingga kini: bagaimana menghadirkan pemahaman agama yang dinamis namun tetap berpegang teguh pada akar tradisi. Di satu sisi, modernisasi dalam penafsiran dapat membawa Islam lebih dekat dengan masyarakat modern, tetapi di sisi lain, menjaga tradisi bisa menjadi penghalang bagi mereka yang ingin melihat agama berkembang sesuai dengan tantangan zaman.
Penutup
Tafsir Al-Manar, dengan segala perbedaan pandangan antara Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha, tetap menjadi salah satu karya tafsir yang paling penting dalam dunia pemikiran Islam. Dilema yang muncul dalam penulisan tafsir ini bukanlah hal yang perlu dilihat sebagai perpecahan, tetapi lebih sebagai cermin dari kompleksitas dalam menafsirkan agama. Seperti halnya Abduh dan Ridha, umat Islam terus berusaha menemukan keseimbangan antara pembaruan dan pelestarian, dengan harapan agar Islam dapat terus relevan dan memberikan petunjuk hidup yang baik bagi umat manusia, tanpa kehilangan identitas dan maknanya.
Leave a comment
Your email address will not be published. Required fields are marked *
Top Story
Ikuti kami