Pada era yang serba cepat dan penuh tuntutan, multitasking telah menjadi kebiasaan umum bagi banyak orang. Dari mengerjakan tugas kantor sambil mengecek email hingga membaca berita sambil membalas pesan di media sosial, multitasking hampir dianggap sebagai keterampilan yang wajib dimiliki. Namun, pertanyaan penting muncul: benarkah multitasking dapat meningkatkan produktivitas, atau justru menurunkan kualitas pekerjaan?
Perkembangan teknologi digital telah mendorong multitasking menjadi hal yang lumrah. Di tempat kerja, banyak orang merasa harus mengerjakan beberapa tugas sekaligus demi memenuhi target yang semakin tinggi. Dalam dunia pendidikan, mahasiswa sering kali beranggapan bahwa mereka dapat belajar sambil menonton video atau mengobrol dengan teman. Fenomena ini menciptakan kesan bahwa multitasking adalah solusi untuk menyelesaikan lebih banyak pekerjaan dalam waktu singkat.
Meskipun tampak efisien, multitasking sebenarnya memiliki dampak negatif yang kerap diabaikan. Penelitian menunjukkan bahwa otak manusia tidak benar-benar mampu menjalankan banyak tugas secara bersamaan. Saat mencoba mengerjakan dua atau lebih tugas sekaligus, otak sebenarnya berpindah-pindah dengan cepat di antara tugas-tugas tersebut, yang dikenal sebagai task switching. Proses ini menghabiskan energi mental, mengurangi fokus, serta memperlambat kecepatan dan kualitas pekerjaan. Akibatnya, meskipun tampak sibuk, hasil yang diperoleh sering kali kurang optimal.
Selain menurunkan efisiensi, multitasking juga menyebabkan gangguan konsentrasi jangka panjang. Task switching yang terus-menerus membuat otak bekerja lebih keras dan lebih cepat mengalami kelelahan. Kondisi ini berdampak pada penurunan kemampuan fokus, bahkan ketika seseorang tidak sedang multitasking. Individu yang terbiasa melakukan multitasking cenderung lebih mudah terdistraksi dan lebih rentan melakukan kesalahan dalam pekerjaannya.
Penelitian juga menunjukkan bahwa individu yang sering melakukan media multitasking, seperti menonton TV sambil menggunakan ponsel atau tablet, memiliki tingkat perhatian yang lebih buruk dalam tugas-tugas kognitif. Mereka harus mengaktifkan lebih banyak bagian otak untuk menyelesaikan tugas yang sama dibandingkan mereka yang jarang melakukan multitasking. Hal ini menunjukkan bahwa multitasking membuat otak bekerja kurang efisien, sehingga menguras lebih banyak energi dan menurunkan produktivitas secara keseluruhan.
Dampak negatif multitasking juga dirasakan dalam dunia kerja. Banyak pekerja merasa terbebani karena harus menyelesaikan berbagai tugas secara bersamaan, yang pada akhirnya meningkatkan stres dan kelelahan mental. Selain itu, multitasking dapat mengurangi konsentrasi dan meningkatkan risiko kesalahan. Dalam dunia pendidikan, mahasiswa yang terbiasa multitasking cenderung memiliki hasil belajar yang lebih rendah karena pemahaman yang mendalam memerlukan fokus penuh.
Bagaimana cara mengelola tugas tanpa terjebak dalam kebiasaan multitasking yang merugikan? Langkah pertama adalah menyadari kapan mulai melakukan multitasking dan menentukan prioritas tugas. Batasi jumlah tugas yang dikerjakan secara bersamaan. Jika memang perlu mengerjakan beberapa hal sekaligus, kombinasikan tugas otomatis, seperti melipat baju, dengan tugas yang memerlukan lebih banyak fokus, seperti berdiskusi.
Teknik time blocking dapat diterapkan dengan menetapkan waktu khusus untuk fokus pada satu tugas dalam periode tertentu. Gunakan juga aturan "20 menit", yaitu mencurahkan perhatian penuh pada satu tugas selama 20 menit sebelum beralih ke tugas lain. Selain itu, metode deep work, yaitu bekerja tanpa gangguan dalam waktu yang terfokus, terbukti dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas pekerjaan.
Membagi tugas ke dalam kelompok (batching) juga efektif. Misalnya, menetapkan waktu khusus untuk mengecek email atau membalas pesan agar tidak tergoda melakukannya di tengah pekerjaan lain. Mengurangi gangguan dengan mencari lingkungan kerja yang tenang, mematikan notifikasi, dan hanya mengaktifkan alarm untuk hal-hal penting juga dapat membantu meningkatkan fokus.
Melatih kesadaran penuh (mindfulness) dalam aktivitas sehari-hari dapat membantu mengontrol kebiasaan multitasking. Dengan membiasakan diri untuk fokus pada satu tugas dalam satu waktu, efisiensi kerja meningkat dan kelelahan mental akibat perpindahan tugas yang terus-menerus dapat diminimalkan.
Kesimpulannya, meskipun tuntutan zaman sering kali mendorong multitasking, cara ini tidak selalu efektif. Fokus pada satu tugas dalam satu waktu terbukti lebih bermanfaat dalam meningkatkan produktivitas dan kualitas pekerjaan. Di tengah dunia yang penuh gangguan, kemampuan mengelola tugas dengan baik tanpa tergoda untuk multitasking adalah keterampilan yang lebih berharga.
Referensi:
https://www.verywellmind.com/multitasking-2795003
https://www.brownhealth.org/be-well/multitasking-and-how-it-affects-your-brain-health
Leave a comment
Your email address will not be published. Required fields are marked *
Top Story
Ikuti kami