Oleh: Syaefunnur Maszah
Momen telepon antara Presiden Donald Trump dan Presiden Vladimir Putin menjadi sorotan global, menandai momen penting dalam dinamika geopolitik dunia.
Dalam percakapan tersebut, Trump menyampaikan pandangan bahwa Rusia dan Amerika Serikat sebagai dua kekuatan utama harus langsung menentukan nasib Ukraina, mengesampingkan peran negara-negara lain dan lembaga internasional.
Sikap ini dinilai sebagai pengakuan terhadap posisi Rusia dalam konflik, sekaligus menunjukkan pergeseran kebijakan luar negeri Amerika yang lebih berorientasi pada negosiasi langsung daripada pendekatan kolektif dengan sekutu NATO dan Uni Eropa.
Dalam artikel “Putin Scores a Big Victory, and Not on the Battlefield”, oleh Anton Troianovski, The New York Times, 13 Februari 2025, dikemukakan bahwa percakapan ini menandai titik balik bagi Putin, yang sejak awal invasi pada 2022 menghadapi tekanan besar dari negara-negara Barat.
Artikel tersebut menyoroti bagaimana Trump, melalui retorikanya, memberikan ruang bagi Rusia untuk mendapatkan keuntungan strategis di Eropa, bahkan setelah kegagalan awal dalam operasi militer di Ukraina.
Pendekatan Trump ini memberi isyarat bahwa Amerika Serikat tidak lagi memegang peran sebagai pemimpin dalam tekanan kolektif terhadap Rusia, melainkan membuka opsi untuk negosiasi langsung yang berpotensi menguntungkan Putin.
Dari perspektif geopolitik Eropa, langkah Trump ini membawa implikasi serius. Negara-negara Eropa Timur yang selama ini bergantung pada jaminan keamanan dari Amerika Serikat melalui NATO kini menghadapi ketidakpastian.
Jika kebijakan luar negeri Trump lebih mengutamakan kesepakatan bilateral dengan Rusia, maka negara-negara seperti Polandia, negara-negara Baltik, dan bahkan Jerman harus mengevaluasi ulang strategi pertahanannya.
Hal ini juga dapat memperlemah posisi Ukraina dalam negosiasi masa depan, karena tanpa dukungan penuh Amerika, posisi Kiev dalam menekan Moskow semakin sulit.
Respon publik global terhadap perkembangan ini terbagi dalam dua spektrum. Di satu sisi, kelompok yang menginginkan perdamaian melihat langkah ini sebagai peluang untuk mengakhiri perang yang telah berlangsung lebih dari tiga tahun, menekan Ukraina agar bersedia menerima kompromi demi menghindari pertumpahan darah lebih lanjut.
Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa pendekatan ini justru memperkuat posisi Rusia sebagai agresor yang berhasil menegosiasikan hasil perang berdasarkan kekuatan militer, bukan berdasarkan keadilan atau hukum internasional.
Hal ini menciptakan preseden berbahaya bagi konflik global lainnya, di mana negara yang lebih kuat dapat memaksakan kehendaknya melalui negosiasi langsung tanpa melibatkan mekanisme internasional.
Dari sudut pandang Putin, sikap Trump ini jelas menguntungkan. Putin sejak awal telah memainkan strategi yang tidak hanya mengandalkan kekuatan militer, tetapi juga memanfaatkan celah dalam politik internasional, termasuk perpecahan di Barat.
Dengan Trump membuka jalur komunikasi langsung dan mengurangi tekanan kolektif Barat, Rusia bisa mendapatkan ruang diplomasi yang lebih luas untuk mempertahankan klaimnya atas wilayah-wilayah di Ukraina.
Lebih jauh, Putin bisa menggunakan momen ini untuk memperkuat narasi domestik bahwa Rusia tetap berdaulat dan mampu menghadapi tekanan Barat, meningkatkan legitimasi politiknya di dalam negeri.
Ke depan, perang Ukraina-Rusia kemungkinan akan memasuki fase baru. Jika negosiasi langsung antara Trump dan Putin benar-benar terjadi, skenario yang paling mungkin adalah kesepakatan yang menguntungkan Rusia, seperti pengakuan atas aneksasi beberapa wilayah di Ukraina timur dengan imbalan gencatan senjata atau perdamaian jangka panjang.
Namun, ada kemungkinan bahwa Ukraina, dengan dukungan sekutu Eropa, menolak skenario ini dan tetap berjuang untuk mempertahankan wilayahnya, yang akan memperpanjang konflik.
Selain itu, kebijakan Trump masih dapat berubah tergantung pada dinamika politik domestik di Amerika Serikat serta tekanan dari kelompok-kelompok strategis di Washington.
Dalam skala yang lebih luas, pendekatan Trump dalam konflik Ukraina-Rusia ini juga dapat berdampak pada tatanan geopolitik global.
Jika Amerika Serikat semakin mengabaikan aliansi tradisionalnya dan lebih fokus pada pendekatan transaksional dalam diplomasi, negara-negara lain terutama di Eropa dan Asia harus menyesuaikan kebijakan luar negeri mereka dengan lebih mandiri.
Uni Eropa mungkin akan memperkuat kapasitas pertahanan kolektifnya, sementara China dan negara-negara lain dapat mengambil keuntungan dari ketidakpastian di kubu Barat untuk memperluas pengaruhnya.
Panggilan telepon ini bukan sekadar percakapan biasa antara dua pemimpin dunia, tetapi simbol dari perubahan dinamika kekuasaan global.
Jika kebijakan Trump benar-benar mengarah pada pergeseran strategi Amerika Serikat dalam menangani konflik internasional, maka dunia akan menyaksikan babak baru dalam hubungan internasional, di mana negosiasi langsung antara kekuatan besar akan semakin dominan, sementara institusi global seperti PBB dan NATO semakin kehilangan perannya.
Leave a comment
Your email address will not be published. Required fields are marked *
Top Story
Ikuti kami